RAJA NGANTUK DAN DUNIA DI BALIK PIKSEL
Di pojok belakang kelas VIII, singgasana itu ada. Bukan terbuat dari emas, hanya kursi kayu dan meja yang penuh coretan. Rajanya adalah Bima. Mahkotanya tak terlihat, tapi gelarnya tersemat abadi di benak teman-temannya: "Si Raja Ngantuk".
Hari
itu, suara Bu Ida yang menerangkan rumus luas permukaan tabung terdengar
seperti dengungan lebah dari kejauhan. Kelopak mata Bima terasa seberat karung
beras. Kepalanya terkantuk-kantuk, membuat bayangannya di atas meja ikut
menari.
"Sssst!
Bim!" Dika, sahabat sebangkunya, menyikutnya. "Nge-push rank sampai
jam berapa semalem? Muka lo udah kayak zombie kurang sajen."
Bima
hanya tersenyum tipis. Andai Dika tahu. Malamnya memang dihabiskan di depan
layar, tapi bukan untuk mengejar peringkat di game online yang sedang heboh.
Dunianya jauh lebih rumit, lebih sunyi, dan lebih penuh harapan. Dunianya
tersusun dari barisan kode berwarna-warni, dari karakter piksel yang ia gambar
dengan tangannya sendiri.
Di
rumah, setelah semua orang terlelap, Bima adalah raja di kerajaannya sendiri.
Kerajaan itu bernama "Petualangan Aksara", sebuah game yang ia
ciptakan dari nol. Misinya sederhana: membuat game petualangan yang seru untuk
adiknya, Rina, yang sedang kesulitan belajar membaca. Di dunia itu, huruf
bukanlah hal menakutkan, melainkan kunci untuk membuka gerbang ajaib dan
mengalahkan monster kebodohan. Setiap malam, ia berjuang bukan melawan musuh di
game, tapi melawan bug—eror tak kasat mata yang membuat karakternya
macet atau teka-teki katanya tidak berfungsi.
"Oke,
anak-anak! Ada pengumuman penting!" Suara Pak Taufik, guru TIK yang
enerjik, memecah lamunan Bima suatu sore. "Sekolah kita akan mengadakan
Lomba Cipta Digital. Kategorinya ada desain grafis, video, dan... drum roll...
program atau game sederhana!"
Seisi
kelas riuh. Dika tertawa. "Waduh, Pak, susah amat! Mending lomba main
game-nya aja!"
Tapi
di singgasananya, mata Bima yang sayu tiba-tiba berbinar. Ini adalah sebuah
kesempatan. Sebuah panggung untuk dunianya yang tersembunyi. Namun, binar itu
cepat meredup, digantikan awan keraguan. Memperlihatkan "Petualangan
Aksara"? Game-nya belum sempurna, gambarnya masih kaku, dan yang
terpenting, itu adalah rahasianya.
Tekadnya
yang rapuh akhirnya menang. Sepulang sekolah, ia meminjam komputer di lab untuk
bekerja lebih cepat. Setiap hari adalah permainan kucing-dan-tikus. Ia akan
cepat-cepat menekan Alt+Tab, menyembunyikan programnya di balik tampilan tugas
Word setiap kali ada yang masuk.
Hingga
tiga hari sebelum batas akhir lomba, bencana itu datang. Sebuah bug
fatal menyerang. Karakter utamanya tidak bisa melompat. Semua teka-teki jadi
mustahil diselesaikan. Bima mencoba segalanya. Puluhan baris kode ia periksa,
puluhan tutorial ia tonton. Matanya perih, kepalanya pening. Jam dua pagi, ia
bersandar di kursinya, kalah. Frustrasi dan kantuk menjadi monster yang lebih
mengerikan dari yang pernah ia ciptakan. Ia menyerah.
Keesokan
harinya di sekolah, Bima lebih mirip mayat hidup daripada seorang raja.
Wajahnya pucat, semangatnya padam. Ia menatap Pak Taufik yang sedang
menjelaskan sesuatu di depan kelas. Sebuah suara kecil di hatinya berbisik,
menyuruhnya mengambil satu risiko terakhir.
Dengan
langkah berat, Bima menghampiri Pak Taufik setelah bel pulang berbunyi.
"Pak,"
ujarnya ragu, suaranya hampir tak terdengar. "Saya... boleh minta
tolong?"
Di
depan layar komputer lab yang sepi, untuk pertama kalinya, Bima membuka gerbang
kerajaannya pada orang lain. Ia menunjukkan "Petualangan Aksara". Ia
menjelaskan misinya untuk sang adik, menunjukkan karakter pikselnya, dan
akhirnya, menunjukkan bug yang membuatnya putus asa.
Pak
Taufik tidak langsung menjawab. Ia menatap layar dengan saksama, lalu menatap
Bima dengan pandangan yang tak pernah Bima lihat sebelumnya: sebuah kekaguman.
"Bima,
ini... luar biasa," kata Pak Taufik. "Kamu membangun semua ini
sendirian?"
Bima
mengangguk.
"Oke,
soal bug ini," lanjut Pak Taufik, tidak memberinya jawaban.
"Menurutmu, apa yang sudah kamu lakukan? Coba jelaskan logikanya
padaku."
Satu
jam berikutnya terasa seperti momen pencerahan. Pak Taufik tidak memberinya
ikan, tapi mengajarinya cara memancing. Ia membimbing Bima untuk melacak
masalahnya, menanyai setiap langkahnya, hingga akhirnya, Bima menemukan sendiri
letak kesalahannya—satu baris kode yang salah ketik, sebuah titik koma yang
hilang. Saat karakter di layar itu akhirnya bisa melompat, rasanya Bima seperti
ikut melayang.
Hari
pengumuman lomba, aula sekolah terasa sesak. Bima tidak berharap banyak.
Karyanya kalah mentereng dibanding animasi 3D atau video sinematik anak-anak
lain.
"Dan...
untuk Penghargaan Khusus kategori Inovasi dan Karya Paling Bermakna, diberikan
kepada..." pembawa acara menjeda, "...Bima, dari kelas VIII, dengan
karyanya 'Petualangan Aksara'!"
Bima
terpaku di kursinya. Dika menepuk punggungnya dengan keras, matanya melotot tak
percaya. "Bro! Jadi ini yang bikin lo jadi zombie?!"
Saat
Bima berjalan ke atas panggung, ia tidak lagi merasa seperti raja ngantuk yang
bersembunyi. Ia merasa seperti dirinya sendiri. Piagam di tangannya terasa
lebih nyata dari peringkat apa pun di game online.
Malam
itu, tidak ada lagi begadang. Bima duduk di samping Rina, melihat adiknya
tertawa riang sambil memainkan game buatannya. Jemari mungil Rina dengan lincah
mengeja kata "L-O-M-P-A-T" untuk membuat karakternya melintasi
rintangan.
Bima tersenyum. Ia sadar, makna terdalam dari sebuah karya bukanlah tentang seberapa hebat ia di mata dunia, tapi tentang seberapa besar cinta yang ia tuangkan di dalamnya. Dan malam itu, di kerajaan kecilnya, ia telah memenangkan segalanya.
Pesan
untuk Kita Semua, dari Kisah Bima Si Raja Ngantuk:
Pernah
merasa punya "rahasia" yang kalian tekuni mati-matian, tapi orang
lain cuma lihat kalian dari satu sisi aja? Kayak Bima, yang kelihatannya cuma
"Raja Ngantuk" di kelas, padahal di baliknya dia adalah seorang
"Raja Kreator" yang menciptakan dunia game sendiri!
1. Jangan Mudah Menyerah Sama Mimpi Kita! 💪
Bima itu bukti nyata kalau ketekunan dan pantang menyerah itu penting banget. Walaupun sering ngantuk karena begadang coding, laptopnya hang, dan bug muncul, Bima tetap coba terus. Dia enggak langsung bilang, "Ah, susah!" Begitu juga kita, kalau punya mimpi atau hobi, meskipun banyak rintangan, jangan cepat putus asa. Coba terus, cari solusi, pasti ada jalan!
Seringkali kita mikir, "Ah, ini kan cuma hobi," atau mungkin ada yang menganggap hobi kita "enggak penting". Tapi lihat Bima! Hobinya main dan bikin game ternyata mengasah otaknya jadi kreatif dan jago coding. Jadi, hargai hobimu! Siapa tahu, hobi yang kamu anggap biasa itu adalah bakat terpendam yang suatu hari bisa bikin kamu luar biasa!
Bima awalnya menyembunyikan semua hasil kerjanya. Dia takut dinilai, takut gagal. Tapi, saat dia memberanikan diri dan menunjukkan game buatannya ke Pak Taufik, dunianya langsung berubah. Penting banget untuk berani membuka diri dan menunjukkan apa yang kamu suka, apa yang kamu bisa. Jangan takut dicela atau dibilang aneh. Siapa tahu, di luar sana ada yang bisa membimbingmu atau bahkan menginspirasimu!
Game "Petualangan Aksara" buatan Bima mungkin bukan yang paling canggih, tapi game itu punya makna yang dalam karena dibuat dengan cinta untuk adiknya. Ingat, teman-teman, kalau kita melakukan sesuatu dengan sepenuh hati, tulus, dan punya tujuan yang baik (bukan cuma karena ingin pamer atau menang), hasilnya pasti akan jauh lebih berarti.
Meskipun
kadang kita capek, kadang kita ragu, tapi jangan pernah berhenti berkreasi,
jangan pernah berhenti belajar, dan yang paling penting, jangan pernah takut
menunjukkan versi terbaik dari diri kita! Siapa tahu, "rahasia" yang
kamu simpan sekarang, akan jadi "dunia" yang membuatmu bersinar di
masa depan!
0 Komentar