Warning:
The Nightmare Is Real
Karya: Ayesha Zaina Ibrahim Kelas 9C
P
agi itu tidak seperti biasanya. Ketika mataku terbuka, dunia terasa berat. Kelopak mataku seperti ditarik gravitasi yang lebih kuat dari bumi. Aku mencoba berkedip—pelan, kemudian cepat—namun semuanya tetap terasa buram, seperti aku melihat melalui kaca jendela yang basah oleh hujan.
Aku bangun perlahan, memegang kepala yang terasa seperti dihujam ribuan jarum halus. Tubuhku lemas, sangat lemas. Malam sebelumnya aku tidak bisa tidur. Entah apa yang menggangguku—sebuah suara, sebuah bayangan, atau hanya pikiran yang tak mau diam. Yang jelas, aku terjaga dalam gelap yang terasa seperti tidak berujung.
gumamku pada diri sendiri.
Aku mencoba meyakinkan tubuh yang bahkan tidak ingin percaya. Namun rasa lelah itu tidak pernah pergi. Bahkan setelah hari-hari berlalu, mataku semakin sayu, wajahku semakin pucat, dan pikiranku semakin kacau.
Dokter mengatakan aku insomnia—sejenis kutukan kesadaran yang tak bisa mati meskipun malam begitu panjang.
Aku menjalani terapi, meminum obat, mendengarkan saran yang sama berulang-ulang, sampai orang tuaku tidak lagi mampu membayar pengobatan. Dalam keputusasaan yang membungkam, aku mencari jalan terakhir—sebotol obat yang kutemukan di sebuah toko online tanpa nama.
Murah. Tanpa ulasan. Tanpa identitas.
Tapi aku membelinya. Ketika paket itu tiba, rasanya seperti sebuah harapan baru mengetuk pintu.
Elixir Tidur
Formula Lelap Abadi
“Hanya diminum 3 kali seminggu.”
Malam itu, aku meminumnya. Dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama… aku tidur.
Tidak hanya tidur. Aku tenggelam. Tanpa mimpi. Tanpa gelisah. Tanpa suara.
Ketika aku bangun, dunia terlihat indah. Matahari seperti menyapa dengan lembut. Tubuhku ringan. Aku merasa hidup kembali. Dan karena aku ingin mempertahankan keajaiban itu, aku mulai meminum obat itu setiap hari.
Sabtu.
Pagi yang tidak lagi hangat. Aku terbangun dengan kepala berputar. Napasku tersengal. Mataku—oh, Tuhan. Mataku bukan lagi jendelaku melihat dunia. Mereka seperti… tergelincir. Seperti kehilangan tempatnya.
Aku berlari menuju cermin. Dunia seolah bergerak lambat. Suara detak jantungku menggema seperti palu di dalam rongga telinga.
Di sana. Di depan cermin.
Aku melihat sesuatu yang seharusnya tidak pernah kulihat.
Mataku…
Seperti sesuatu yang akan jatuh dari wajahku. Sakitnya tak bisa dijelaskan. Rasanya seperti ada tangan tak terlihat yang menarik bola mataku ke luar, ke bawah, ke kegelapan yang menunggu.
Aku terjatuh. Napasku tersengal. Pandanganku menghitam. Botol obat itu tergeletak di lantai.
Dan di bawah label yang kusangka biasa, ada tulisan kecil—sangat kecil—yang entah mengapa sebelumnya tak pernah kusadari.
WARNING
Penggunaan di luar dosis yang dianjurkan dapat menyebabkan penurunan struktur mata hingga terlepas.
Darahku berhenti mengalir. Jiwaku terasa membeku. Aku ingin berteriak.
Tapi yang keluar hanya bisikan serak—

0 Komentar