Dinding Diantara Kita

 

Dinding Diantara Kita
Karya: Sahla Nur'Asyifa (8A)

Ilustrasi

Mentari pagi menyinari wajahku saat aku berjalan menuju sekolah. Tapi, hatiku terasa berat. Bukan karena PR matematika yang belum selesai, tapi karena Aurelia. Sahabatku sejak kelas satu itu, kini seperti ada dinding tinggi yang memisahkan kami.

Semua berawal dari lomba pidato antar kelas. Aku dan Aurelia sama-sama ikut. Kami berdua memang suka menulis dan berbicara di depan umum. Tapi, saat pengumuman pemenang, namaku yang disebut sebagai juara pertama. Kulihat Aurelia tersenyum tipis, tapi matanya menyimpan kekecewaan yang mendalam.

Sejak saat itu, Aurelia jadi lebih pendiam. Dia tak lagi menungguku di depan gerbang sekolah, tak lagi berbagi bekal denganku, dan tak lagi tertawa lepas seperti dulu. Aku mencoba mengajaknya bicara, tapi dia selalu menghindar.

"Aurelia, kamu kenapa sih? Ada yang salah?" tanyaku suatu siang, saat kami berpapasan di koridor.

Dia hanya menggeleng tanpa menatapku. "Nggak apa-apa," jawabnya singkat, lalu berlalu.

Aku merasa bersalah dan bingung. Apakah kemenanganku dalam lomba pidato itu yang membuat Aurelia menjauh? Tapi, bukankah seharusnya dia ikut senang untukku?

Suatu sore, aku memberanikan diri datang ke rumah Aurelia. Aku melihatnya sedang duduk di teras, membaca buku.

"Aurelia, aku mau bicara," kataku pelan.

Dia menutup bukunya dan menatapku dengan tatapan dingin. "Bicara apa?"

"Aku tahu kamu marah padaku karena lomba pidato itu. Tapi, aku nggak bermaksud membuatmu sakit hati. Aku juga nggak tahu kenapa aku bisa menang," ujarku dengan suara bergetar.

Aurelia menghela napas panjang. "Aku nggak marah karena kamu menang. Aku cuma kecewa sama diri sendiri. Aku merasa nggak sebaik kamu. Aku merasa selama ini aku selalu kalah dari kamu dalam segala hal," ungkapnya dengan nada getir.

Aku terkejut mendengar pengakuan Aurelia. Jadi, ini bukan tentang lomba pidato, tapi tentang perasaan rendah diri yang selama ini dia pendam.

"Aurelia, kamu nggak boleh berpikir seperti itu. Kamu itu sahabat terbaikku. Kamu pintar, kreatif, dan baik hati. Aku sayang banget sama kamu," kataku sambil menggenggam tangannya.

Aurelia menatapku dengan mata berkaca-kaca. "Kamu beneran sayang sama aku?"

Aku mengangguk mantap. "Tentu saja! Kamu itu bagian penting dalam hidupku. Aku nggak mau kehilangan kamu."

Aurelia tersenyum lega. "Aku juga sayang sama kamu. Maafin aku ya, karena sudah menjauhi kamu."

Aku memeluk Aurelia erat. Dinding yang selama ini memisahkan kami akhirnya runtuh. Kami berjanji untuk saling mendukung dan menyayangi, apapun yang terjadi.

Pada suatu hari aku pun pergi ke sekolah kembali, di sekolah  bertemu dengan Aurelia sahabat dari kecil aku. aku sangat senang jika bersekolah bersama aurelia, soalnya Aurelia itu sangat asik orang nya. Entah kenapa aku lebih memilih Aurelia loh di banding yang lain.

Setelah memulai kembali sekolah, saya mulai mengenal sifat asli Aurelia yang ternyata tidak diketahui semua orang yang ada di kelas. Ternyata sifat dia begitu, dan kelakuan nya saya tidak suka karena, dia selalu mengeluh.

Setelah itu bel pulang pun tiba. Saya pergi ke lapangan sendirian untuk duduk sebentar menunggu jemputan, ternyata di belakang aku ada Aurelia dan teman - temannya, lalu teman - teman yang di belakang Aurelia menoleh ke depan ku dibelakang dan berkata: " Lihat Aurel, ada si sombong tuh di depan kamu" Aurelia : "Waduhh..kasihan banget ya dia sendirian gaada temennya wkwk.."* Aurelia dan teman - temannya menertawakan seolah - olah mereka mengejek aku. di situ saya terdiam dan teringat bahwa aku sering di perlakukan seperti itu, tapi aku masih berani dan tidak takut untuk pergi ke sekolah.

Mulai saat itu Aurelia bertemu dengan aku dan saling meminta maaf, aku dan Aurelia kembali menjadi sahabat seperti dulu. Kami belajar bersama, bermain bersama, dan saling berbagi cerita. Aku menyadari bahwa persahabatan itu seperti tanaman yang harus dirawat dan dipupuk setiap hari. Dan aku bertekad untuk selalu menjaga persahabatanku dengan Aurelia, agar dinding itu tak pernah lagi muncul di antara kami.

Jika kalian ada di posisi itu apakah kalian akan sedih? atau menjadi pikiran? menjadi takut untuk pergi ke sekolah? Hal ini tidak boleh di contohkan ya Kaka - kaka atau Adik - adik, karena hal ini bisa menimbulkan pertemanan menjadi sensitif, mudah menimbulkan masalah atau mudah membuat masalah hal sepele.

Jika kalian terus menerus seperti ini, maka kalian tidak akan mempunyai perkembangan saat sekolah, atau pun tidak ada yang saling support antara satu sama lain maka kita tidak akan mempunyai pengalaman yang menarik di masa - masa remaja seperti ini. 🤍

Jadi lah pribadi yang lebih baik, karena pribadi yang lebih baik akan mengajak kalian kepada kebaikan di dunia ini

Baca dengan lebih seru di Cerpen Sahla

Posting Komentar

0 Komentar